Selasa, 18 Agustus 2015

Dunia Pasar Malam

Foto : By Ashfin Van Ghofur (WA)
Setiap kali melihat pasarmalam, saya selalu terkenang buku Pram "Bukan PasarMalam" yang disalah satu lembaran halamannya ia menuliskan :

“Dan di dunia ini, manusia bukan berduyun-duyun lahir di dunia dan berduyun-duyun pula kembali pulang… seperti dunia dalam pasarmalam. Seorang-seorang mereka datang. Seorang-seorang mereka pergi. Dan yang belum pergi dengan cemas-cemas menunggu saat nyawanya terbang entah ke mana….” ~ Pramoedya Ananta Toer, Bukan Pasarmalam.

Walau Pram mengatakan "Bukan Pasarmalam" namun di sini justru saya ingin memasarmalemkan dunia, hal ini didasari dari sudut pandang saya tentunya. Karena bagi saya pasarmalam ibarat diaroma dari sebuah dunia yang sesungguhnya. 

Pasarmalam adalah sebuah hiburan khas rakyat yang sangat humanis sekali. Di dalamnya berduyun-duyun berbagai kelompok masyarakat dari berbagai kalangan berkumpul di sebuah tanah lapang untuk melihat dan menikmati berbagai pertunjukan dan jajanan yang beraneka rupa. Gelak tawa, berbaur dengan berbagai dengung alat musik dan suara bising kendaraan-kendaraan seakan menjadi instrumental wajib dunia pasarmalam. Suguhan kompleksitas suasana dan nuansa yang penuh warna  seperti inilah yang menjadi sihir tersendiri bagi kemeriahan pasarmalam.

Orang-orang sama berbondong-bondong mencicipi keakraban rasa manusiawi yang menjadi sebuah komoditi langka di kehidupan yang serba menampilkan robotisme peradapan. Pasarmalam juga menyambungkan tali-tali sosial yang semakin kusut di tengah-tengah individualisme yang semakin menguat. 

Pasarmalam seperti sebuah dunia yang tergelar, Walau dalam keramaian dan kebersamaan namun sesungguhnya seseorang akan bertanggungjawab akan nasibnya sendiri-sendiri. "...manusia bukan berduyun-duyun lahir di dunia dan berduyun-duyun pula kembali pulang…Seorang-seorang mereka datang. Seorang-seorang mereka pergi... hingga nanti akhirnya pasarmalam akan diam dan hanya menyisakan kesunyian.

Diam dan kesunyian inilah sebenarnya makna yang akan diperoleh dari sebuah pasarmalam yang sesungguhnya. Karena di dalam diam kita akan memperoleh kesunyian, dan di dalam kesunyian biasanya orang akan menemukan kesejatian diri.  Joyojuwoto. 


Minggu, 16 Agustus 2015

The Time, is Iman and Amal Saleh

The Time, is Iman and Amal Saleh

KH. Yunan Jauhar, S.Pd., M.pd.I


Lagu “Hymne Oh Pondokku” ditutup dengan kata “ibuku”. Pondok adalah ibu. Seorang ibu tidak akan melepaskan atau meninggalkan anaknya begitu saja tanpa dihiraukan atau diperhatikan lagi. Meskipun anaknya sudah menjadi seorang presiden, ibu akan tetap menasihati anaknya. Demikian pula sang anak juga akan selalu meminta nasihat ibunya. Sementara bapak adalah guru bagi putranya, wali kelas, pembimbing kegiatan atau organisasi di PP ASSALAM, dan lain sebagainya. Apa saja yang dikerjakan seorang bapak dan ibu putra putri panjenengan itu ada di pondok.
Panjenengan kula aturi rawuh dateng Pondok punika. ASSALAM bade ngaturi pirsa bilih ... dari kandungan yang sama itu akan lahir anak-anak yang berbeda. ASSALAM dituduh bukan  (aswaja) atau wahabi, dan lain-lain. Katakanlah, ASSALAM itu aswaja, aswaja yang cerdas!
Panjenengan di sini berkumpul, bertemu, bertatap muka, bersilaturahim. Dengan sering berkumpul, muncullah ide atau gagasan cemerlang. Di Jawa, ada istilah “cangkir” pada saat berkumpul. Panjenengan ngertos artosipun cangkir ? Cangkir itu sama dengan “nyencang pikir”. Jika kita sering bertemu, maka kita akan banyak me-nyencang pikir.
Ingatlah… ampun ngantos mudah-mudah merasa silau ! kranten Laisa kullu mā yalma‘u dzahaban. Belumlah tentu rumput tetangga itu lebih hijau daripada rumput kita. Pondok ini sudah mengajari putra putri panjenengan sedaya tentang hal itu. Maka, jangan pernah tertipu.
Panjenengan, kula, pengasuh Pondok lan para ustadz lan ustadzah datang ke pondok ini tidak hanya untuk men-charge atau memperbaharui semangat dan motivasi, tapi untuk membaca rapor masing-masing, tentang keikhlasan kita, kesederhanaan kita, dan lain-lain. Apakah kita yang ada di Pondok ini sudah menerapkan keikhlasan yang telah diajarkan ASSALAM dalam kehidupan nyata? Bagaimanakah kesederhanaan kita ? Bacalah! Demikian juga dengan rapor pondok. Adakah nilai-nilai ASSALAM yang berubah? In shaa Allah, ASSALAM akan tetap istiqamah dalam menjaga nilai-nilai gemblengan Abah Moehaimin Tamam.

Anak-anakku…! ASSALAM tidak pernah merasa takjub dengan berbagai profesi alumninya, tapi akan kagum dengan keistiqamahan mereka dalam menjalani profesi tersebut berdasarkan nilai-nilai yang telah diajarkan ASSALAM. ASSALAM akan takjub dengan komitmen mereka terhadap nilai-nilai pondok ini.
Resapilah Surat Ali Imran ayat 190–191:
إن فى خلق السماوات والأرض واختلاف الليل والنهار والنهار, لآيات لأول الألباب. الذين يذكرون الله قياما وقعودا وعلى جنوبهم ويتفكرون فى خلق السموات, ربنا ماخلقت هذا باطلا, سبحانك فقنا عذاب النار.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya… Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
Resapilah maknanya agar anak-anakku bercermin dari berbagai arah. Bercerminlah dari berbagai sisi, bukan hanya dari depan sebab muka kita selalu kita poles. Lihat pulalah bagian belakang kita.
Anak-anakku… ASSALAM telah memberikan “kunci” kepada kalian. Memang, bahasa Arab kita kalah dari LIPIA, demikian pula bahasa Inggris kita kalah dari sekolah-sekolah umum. Tapi, anak-anak ASSALAM bisa menggunakan “kunci” tersebut dengan baik.
Dunia pergaulan semakin luas, sementara buminya yang kita diami ini tidak makin meluas. Jika kita tidak mengembangkan kunci-kunci tersebut, maka kita akan semakin tersingkir. Jangan sampai punya kunci tapi tidak dipakai.
Ingatlah, ASSALAM bukan lembaga pergerakan, tapi lembaga pendidikan. ASSALAM mendidik anak-anak yang akan mendidik presiden, menteri, jenderal, dan lain-lain. ASSALAM mendidik santri dengan cara mu‘amalah (bergaul dalam kehidupan sosial atau bermasyarakat), mu‘asyarah (pergaulan dalam keluarga), dan mukhalathah (berbaur dengan teman dan anak-anak didik atau guru).
ASSALAM ibarat menghadapi anak-anak yatim lebih dari 1500 orang karena mereka menjadi santri ditinggal orang tua pulang ke rumah. Maka, santri-santri di ASSALAM haruslah ditemani, diajari, dibimbing selama 24 jam.
Hingga saat ini, banyak yang ingin meniru ASSALAM, tapi yang dilihat hanya kulitnya saja, tidak mau melihat nilai-nilai dan jiwa yang ada di dalamnya. Orang-orang hanya ingin meniru bahasa Arab-nya atau bahasa Inggris-nya, atau pengelolaan asramanya.
Anak-anakku… jadilah kalian mundzirul qaum (pemberi peringatan atau pendakwah kebaikan) sesuai dengan profesinya masing-masing.
Anak-anakku…! Jika kita mengatakan saat ini belum waktunya menegakkan nilai-nilai Islam, kira-kira anak dan cucu kita nanti pasti akan mengatakan hal yang sama, yaitu belum waktunya. Karena itu, kalau tidak sekarang kapan lagi, kalau bukan kita siapa lagi.
Anak-anakku… belum tentu saat di pondok tidak menjadi ketua, setelah keluar dari pondok ia tidak akan menjadi ketua, karena kalian semua telah diberi kunci. Bahayanya, kalau kalian hanya punya kunci, tapi mengaku punya lemari.
Ketahuilah, nilai-nilai keikhlasan, kebersamaan, dan tawadlu pada zaman dahulu sangatlah tinggi. Namun, di zaman ini virus egoisme amat mendominasi.
Saat ini, unsur ibadah dalam kehidupan amat tipis. The time is money, prestise, dan lain sebagainya. Ini adalah sekularisme. Yang benar adalah the time is iman dan amal saleh.*

*Pidato Pemantapan Wali Santri KMI ASSALAM Bangilan TP. 2015/2016

Sabtu, 15 Agustus 2015

Selembar Kain Pel

Selembar Kain Pel

Aku tidak pernah malu atau pun menyesal menjadi selembar kain pel. Walau dari satu pohon kapas yang sama belun tentu nasib kita sama.  Nasab boleh sama namun nasib siapa tahu. Inilah sebuah takdir katanya, teman saya yang satu pohon, bahkan satu tangkai yang sama ternyata nasib kami memang berbeda.  Bersyukurlah ia yang ketika diproses dari wujud sebuah kapas ternyata ia tergabung dengan kapas-kapas kualitas nomor satu. Saya tahu apa arti nomor satu, tentu nasibnya sangatlah mujur. Ia akan diproses menjadi  benang-benang halus, dan menjadi bahan pakain yang mahal tentunya. Oleh karena itu semua makhluk Tuhan tidak terkecuali saya yang hanya sebuah potongan dari kapas akan merasa beruntung jika mendapatkan predikat nomor satu. 

Nomor satu pada dasarnya adalah bagian dari dzat Tuhan itu sendiri.  Qul Huwa Allahu Ahad, Katakan Tuhan itu Satu. Ahad itu Tuhan Allah yang Tunggal eksistensinya. Di lain kalimat Tuhan juga disebut Wakhid yang berarti Allah yang manunggal, menyatu yang integral, nyawiji dan mendekat dalam jiwa hamba-Nya. Ana Aqrabu min hablil warid. “Saya (Tuhan) lebih dekat dari urat leher seorang hamba.”

Tentu kelanjutan dari eksistensi satu tadi saya bisa menebaknya, benang-benang yang telah menjadi kain-kain mahal itu akan diperlakukan sangat hati-hati untuk dijadikan pakaian yang mewah. Sebagai perwujudan dari nomor satu tadi pastinya pakaian itu berkualitas wah dan mendapat kehormatan di tempatkan di Mal-mal yang glamour, berhawa sejuk dan menentramkan. Dipamerkan dengan cara yang elegan dan dibandrol dengan harga yang fantastik tentunya.

Yang paling ku iri tentu yang melihat-lihat dan memegang kode nomor satu tadi bisa dipastikan gerombolan gadis-gadis cantik dan pria-pria tampan tentunya. Bertangan lembut, berparfum wangi, dan yang pasti berduit banyak. Saya sebenarnya heran memang ada hubungannya ya duit dan gadis cantik ataupun pria tampan. Atau jangan-jangan menjadi cantik ataupun tampan gara-gara duit tadi ya. Sedang saya dan beberapa teman yang tidak lolos operasi kapas kualitas number one harus puas tepatnya dipaksa puas menerima takdir untuk diolah menjadi benang-benang yang kasar, yang natinya out putnya juga tidak jauh dari kata kasar tadi.

Saya kalau boleh memilih sebenarnya lebih suka berhenti menjadi benang saja. Biar nanti dipakai bermain layang-layang oleh anak-anak kampung  yang ceria. Namun lagi-lagi saya tak memiliki kemampuan untuk memilih, mau tetap menjadi  benang, atau nanti dicipta mengikuti  kemauan manusia untuk menjadi lembar-lembar kain yang kasar juga tentunya.

Sebagai lembaran-lembaran kain yang kasar, saya harus terima dengan segala perlakuan manusia sesuai dengan kasta saya. Jika kesadaran akan perwujudan saya sedang baik, aku merasa bangga walau tugas saya tidak menjadi pakaian yang mewah, setidaknya saya bisa berfilosofi bahwa perwujudanku masihlah bermanfaat untuk mengabdi kepada makluk Tuhan lain yaitu manusia. Ya tugasku adalah membersihkan lantai, membersihkan mebelair, perabot dapur, dan menjadi kain pel yang hampir seluruh strata manusia membutuhkan keberadaan saya. Tidak peduli siapa dia, profesor, doktor, presiden, rakyat jelata yang memiliki rumah tentunya bisa dipastikan di situ kasta saya dibutuhkan. Di situlah kadang saya merasa mulia, menjadi bagian dari  sebuah proses kebersihan.

Walau kadang tidak dapat saya pungkiri ada rasa iri dan dengki, namun saya selalu bisa mencari dan mendapatkan alasan untuk selalu bersyukur dengan lakon yang sedang saya jalankan. Biarlah iri dan dengki suatu waktu menjadi sambal bagi lezatnya sebuah hidangan di meja makan, atau biarlah kadang iri dan dengki itu menjadi bara api yang menjadikan masakan menjadi matang. Karena memang kita kadang tak mampu mengendalikan perasaan itu. Tinggal cara mengelola dan menyalurkan energi dari perasaan itu yang perlu menjadi perhatian.  Bukankah sepercik api bisa bermanfaat dan juga bisa mendatangkan madharat ?.

Sebagai kain pel sudah pasti saya akan sangat akrab dengan kondisi dan keadaan yang setara dengan jalan dan kondisi saya sendiri. Tentu tiap hari saya akan dipegang oleh tangan-tangan kasar para pembantu rumah tangga, berpenampilan biasa tanpa make up ataupun parfum yang beraroma wangi. Kebahagiaan memang menjadi milik semua makluk Tuhan, tidak terkecuali saya selembar kain pel. Saya merasa bahagia berada dilingkungan dan menjadi bagian dari peran para pembantu rumah tangga. Karena pada dasarnya kebahagiaan tidak pernah mengenal waktu dan keadaan, ia bisa hinggap di manapun titah Tuhan. Kebahagiaan tidak selalu bersemanyam di gedung-gedung mewah dan istana megah, begitu juga sebaliknya kesengsaraan yang menjadi lawan dari kebahagiaan tidak selalu hinggap di gubuk-gubuk reot dan kasta-kasta rendahan. Semuanya bisa berbolak-balik mengikuti irama dan harmoni semesta.

Saya selembar kain  pel selalu percaya bahwa tidak semua yang bersinggungan dengan debu dan kotoran menjadi kotor. Justru ia ketika kain pel berada ditempat yang kotor bukan sebagai kotoran itu sendiri tetapi menjadi semacam katarsis bagi lingkungannya. Walau tidak bisa disejajarkan dengan keindahan bunga teratai, namun saya selembar kain pel merasa menjadi bagian dari peran bunga itu. Walau teratai hidup dikubangan lumpur yang hitam, tapi lihatlah siapa yang tidak tertarik  dengan pesona bunga teratai yang mekar indah menyedapkan pandangan mata bagi yang melihatnya.

Nilai-nilai filosofis bunga teratai itu selalu bisa mengobati kegundahan hati saya jika kadang saya merasa rendah diri, dan merasa tak berguna karena hanya selembar kain pel saja. Bukankah Tuhan tidak melihat dari bentuk fisik hamba-hamba-Nya di dunia ini, karena bagi Tuhan yang berarti adalah aksi  dan amalannya. Kita tidak harus menjadi nomer satu, namun seyogyanya bisa menyatu dengan Tuhan, “Manunggaling Kawula Gusti.” Jika kita selalu menyatu, integral, dan menyertakan Tuhan dalam setiap aktivitas dan amal kita, tentu akan sampai pada Ahsanu amalan, kebaikan dan kesholehan amal yang bermanfaat di dunia dan akhirat kelak.

Bukankah Tuhan tidak pernah menciptakan segala sesuatu di dunia ini dengan sia-sia belaka ? “Rabbana maa kholaqta haadza baathilaa...” “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia... jadi jangan sia-siakan peran yang telah diberikan Tuhan kepada kita, walau mungkin kita hanyalah selembar kain pel saja. Joyojuwoto

Siapakah Pengibar Bendera Merah Sang Saka Putih Tahun 1945 ?

Siapakah Pengibar Bendera Merah Sang Saka Putih Tahun 1945 ?

Detik-detik proklamasi kemerdekaan dan segala peristiwa yang menyertainya adalah peristiwa besar dan penting bagi sejarah suatu bangsa. Namun sayang kadang peristiwa itu menjadi tidak jelas dan penuh tanda tanya karena lemahnya dokumentasi sebuah peristiwa. Salah satunya adalah peristiwa pengibaran Bendera Sang Saka Merah Putih pada pada tahun 1945 sebagai penanda lahirnya bangsa Indonesia.
Dalam catatan resmi sejarah Indonesia tokoh yang mengibarkan bendera  Merah Putih adalah Abdul Latief Hendraningrat, Suhud dan S.K. Trimurti. Begitu juga berbagai sumber tulisan dari artikel para pelaku sejarah seperti Bung Karno, Hatta, Ibu Fatmawati dan lain-lainnya serta dalam buku “Bung Karno Sebagai Penyambung Lidah Rakyat” yang ditulis oleh Cindy Adam pada hal. 333 menyebutkan bahwa yang mengibarkan bendera Merah Putih adalah Latief Hendraningrat.
Entah karena motif apa, muncul sosok kontroversi yang menyatakan bahwa dirinya ikut dalam pengibaran bendera Merah Putih pada tanggal 17 Agustus 1945. Ilyas Karim ketua Yayasan Pejuang Siliwangi, sebuah perkumpulan Veteran mengaku bahwa dirinya ikut andil dalam pengibaran bendera di Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Tentu hal ini  menjadi tanya tanya besar masyarakat Indonesia mengapa baru setelah HUT kemerdekaan yang kesekian puluh tahun sosok Ilyas Karim menyatakan bahwa dirinya terlibat dalam peristiwa bersejarah itu.

Kontroversi dalam sebuah  peristiwa sejarah memang sesuatu hal yang wajar, karena peristiwa itu telah lama terjadi, apalagi jika para pelaku sejarahnya telah tiada dan tidak ada fakta yang bisa menjelaskan peristiwa yang sebenarnya. Namun seyogyanya pemerintah bisa memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai kebenaran sebuah fakta yang menyangkut sejarah bangsa ini. Karena sebagaimana yang dituturkan oleh Bung Karno, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.” “Jasmerah, jangan sekali-sekali melupakan sejarah.”

Semoga peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi kita bangsa Indonesia, khususnya para generasi muda untuk giat melakukan penelitian sejarah guna menemukan fakta-fakta sejarah yang sesungguhnya. Karena Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki jatidiri yang sejati-jatinya, dan bukan sebuah bangsa yang berpijak pada sejarah yang semu belaka. Joyojuwoto

Minggu, 09 Agustus 2015

Ternyata Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Terjadi Tiga Kali



Ternyata Proklamasi Kemerdekaan Indonesia  Terjadi Tiga Kali

Bulan Agustus adalah bulan semarak, beraneka macam umbul-umbul dipasang di jalan-jalan raya, bendera berkibaran di hampir setiap rumah warga, dan banyak perhelatan acara dan perlombaan digelar mulai dari tingkat RT hingga level nasional diselenggarakan. Ya bulan Agustus adalah bulan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia, namun tahukah kamu ternyata proklamasi tidak hanya terjadi di bulan Agustus saja. Setidaknya pernah terjadi peristiwa proklamasi sebelum tanggal 17 Agustus 1945, walau peristiwia itu tidak diakui secara nasional. Karena proklamasi yang dianggap sah adalah yang terjadi di Pegangsaan Timur  56 Jakarta.
Menurut beberapa sumber ada tiga kali proklamasi yang diselenggarakan, yakni :
1.       Proklamasi Gorontalo, 23 Januari 1942
Setelah Belanda menyerah kalah pada Jepang, rakyat Gorontalo dibawah pimpinan Nani Wartabone melakukan sweping terhadap para pejabat Belanda yang masih di Gorontalo.  Mereka bergerak diberbagai kota seperti Sumawa, Kabila, dan Tamalate. Kota Gorontalo dikepung  hingga akhirnya komandan Detasemen Veld Politie WC Romer dan beberapa kepala jawatan di Gorontalo menyerah.

Dengan semangat heroik Nani Wartabone mengumpulkan masa di halaman depan Kantor Pos Gorontalo. Dikibarkanlah bendera merah putih, di hadapan masa Nani Wartabone berpidato, “Pada hari ini, 23 Januari 1942, kita bangsa Indonesia yang berada di sini sudah merdeka bebas, lepas dari penjajahan bangsa manapun juga. Bendera kita, yaitu Merah Putih, lagu kebangsaan kita adalah Indonesia Raya. Pemerintah Belanda sudah diambil oleh Pemerintah nasional agar tetap menjaga keamanan dan ketertiban.

Selanjutnya, Nani Wartabone mengumpulkan masa dalam rapat akbar di Tanah Lapang Besar Gorontalo untuk menegaskan kembali kemerdekaan yang sudah diproklamasikan. Namun sayang ketika Jepang mendarat ke Gorontalo tanggal 26 Februari 1942, Jepang melarang pengibaran Merah Putih dan memaksa rakyat Gorontalo takluk tanpa syarat kepada Jepang.

2.       Proklamasi Rengasdengklok, 16 Agustus 1945
Tokoh lain yang membacakan proklamasi kemerdekaan sebelum Soekarno-Hatta adalah dr. Soedarsono. Satu hari sebelum peristiwa di Pegangsaan Timur, 56 Jakarta yaitu pagi hari tanggal 16 Agustus 1945 di alun-alun Cirebon dihadiri sekitar 150 orang dr. Soedarsono membacakan teks proklamasi yang konon disusun oleh Syahrir dan beberapa gerakan kelompok bawah tanah seperti Chaerul  Saleh, Eri Sadewo, Johan Nur, dan Abu Bakar Lubis. Penyusuna teks itu dilakukan di asrama Prapatan 10, Jakarta pada tanggal 13 Agustus 1945.

Ada sebaris teks proklamasi yang diingat oleh Des Alwi, yaitu “Kami bangsa Indonesia dengan ini memproklamirkan kemerdekaan Indonesia karena kami tidak mau dijajah oleh siapa pun juga.”

3.       Proklamasi Pegangsaan Timur 56, Jakarta
Peristiwa proklamasi yang dianggap sah adalah proklamasi yang dibacakan oleh Soekarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Peristiwa ini menjadi tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dan selalu diperingati setiap tahunnya. Sekian

Senin, 03 Agustus 2015

Wah !!! ada perpustakaan di Balai Desa Bangilan

Bangilan-3/8/2015- Siapapun sepakat bahwa membaca adalah sarana untuk mencerdaskan pola berfikir masyarakat sekaligus memperluas cakrawala pengetahuan. Dan buku menjadi bagian terpenting dari proses membaca, walau pada dasarnya buku bukan satu-satunya media untuk kita baca. 

Perpustakaan sebagai rumah utama buku juga menjadi sangat penting bagi kehidupan masyarakat yang mengedepankan nalar berfikir dan proses pemberdayaan kehidupan yang ilmiah dan edukatif. 

Sudah lama saya sebenarnya berfikir agar minimal disetiap desa ada perpustakaan yang bisa dijadikan sebagai sarana rekreasi  dan bermain masyarakat sekaligus sebagai media pembelajaran masyarakat.

Betapa indahnya jika disetiap desa ada perpustakaan yang representatif, agar di setiap akhir pekan bisa dijadikan sebagai alternatif liburan yang lebih produktif sehingga menekan model liburan-liburan yang tidak sehat semisal shopping-shopping yang tidak perlu dan hanya menuruti keinginan belaka bukan kebutuhan.

Alhamdulillah walau belum sempurna di Balai Desa Bangilan ternyata terdapat perpustakaan mini yang diletakkan di Kantor Balai Desa. Buku-buku yang tersedia pun lumayan bermacam-macam, seperti pertanian, peternakan, cerita anak, pengetahuan umum, agama dan lain sebagainya.

Kita sebagai warga masyarakat Bangilan bisa ikut menikmati buku-buku yang tersedia yang merupakan sumbangan dari pemerintah daerah. Semoga ini adalah awal yang baik, jika peminat buku meningkat dan masyarakat antusias dengan adanya perpustakaan tentu pemerintah akan memperhatikan akan hal itu.

Budaya membaca dan budaya beli buku memang masih sangat minim di tengah-tengah kehidupan masyarakat kita, saya berharap dengan adanya perpustakaan mini di Balai Desa Bangilan ini nantinya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Jika minat membaca dan kebutuhan akan buku meningkat tentu  pemerintah akan menindaklanjutinya dengan membuat program satu desa satu perpustakaan. semoga Saja. Sekian. Joyojuwoto

Mubes Perdana Sahabat Pena Nusantara

Musyawarah Besar Sahabat Pena Nusantara (Mubes SPN) terselenggara pada Sabtu, 1 Agustus 2015. Berkat kemurahan hati Dr Taufiqi Bravo Viec, salah satu anggota SPN, Mubes perdana ini akhirnya berhasil diselenggarakan di kediaman beliau di Malang. Dihadiri 21 peserta yang merupakan utusan dari beberapa daerah, Mubes berjalan lancar dan meriah. Alhamdulillah. Semoga keramahan dan keakraban yang ditawarkan Mr VQ beserta istri, selaku tuan rumah, dicatat Allah sebagai amal jariyah.
SPN adalah komunitas penulisan yang saya gagas pada pertengahan Maret 2015 lalu. Ketika itu, saya menyampaikan kepada sahabat saya,Haidar Musyafa, agar ada suatu komunitas yang menjadi tempat berkumpulnya penulis. Boleh jadi komunitas semacam itu sudah banyak, misalkan Forum Lingkar Pena (FLP). Tetapi tidak ada salahnya jika ditambah lagi. Tentu dengan ciri dan keunikannya sendiri nanti.
Mas Haidar lalu membikin grup WhatsApp. Segera saja terkumpul 100 orang penulis dan pemikir. Omong punya omong, tiba-tiba terpikir untuk membuat logo. Setelah melewati diskusi panjang, logo berhasil dibuat. Perancangnya adalah Masruhin Bagus, salah satu anggota SPN dari Tuban. Grup WhatsApp kemudian diresmikan dengan nama “Sahabat Pena Nusantara”, dan Minggu, 29 Maret 2015, ditetapkan sebagai hari kelahiran komunitas ini. Dengan demikian, Mubes kemarin adalah langkah awal untuk menetapkan kepengurusan dan menata administrasi.
Visi dari komunitas ini adalah: “Menjadi pelaku, pembangkit, dan pembangun masyarakat literasi Nusantara.” Adapun misinya adalah: (1) Melakukan kerja literasi, (2) Melakukan gerakan literasi, (3) Membangun masyarakat literasi. Tentu saja dibentuk kepengurusan untuk mengawal program-program literasi yang telah diputuskan bersama. Berikut adalah susunan pengurus SPN Pusat:
DEWAN PENASIHAT:
1. Prof Dr Muhammad Chirzin
3. KH Muhammad Dawam Saleh

KETUA:
2. Dr Ngainun Naim

SEKRETARIS:

BENDAHARA:

DIVISI-DIVISI:
DIVISI PENULISAN 

DIVISI PENERBITAN 

DIVISI TEKNOLOGI INFORMASI
1) Ira Cahaya D Aini 
2) Ahmad Syairozi

DIVISI PELATIHAN DAN PENJUALAN
1) Dr M Taufiqi 
3) Febrian Taufiq Sholeh

DIVISI HUMAS
1) Hayat
2) Ahmad Fahrudin

DIVISI KEORGANISASIAN
1) Haidar Musyafa
2) Syahrul

@Sahabat Pena Nusantara

Minggu, 02 Agustus 2015

Renungan Halal Bihalal Temu Kadang Lintas Organisasi dan Perguruan di Bumi Bangilan

Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Filosofi ini saya kira sangat relevan sekali dengan kondisi carut-marutnya bangsa kita. Persatuan adalah harga mati yang seharusnya dijaga dan dilestarikan oleh seluruh elemen masyarakat diseluruh tanah air tercinta. sekecil apapun bentuk dan usaha untuk menjaga persatuan dan kesatuan layak untuk mendapatkan apresiasi dan angkat topi dari kita semua.

Pada moment bulan syawal dimana energi silaturrahmi dan  saling berkunjung bisa dijadikan sebagai momentum untuk mempererat tali persatuan antara anggota masyarakat baik secara personal individual maupun secara organisasi dan perkumpulan. Sangat mudah untuk mempengaruhi emosi massa dalam jumlah yang besar. Jika pengaruh yang diberikan positif tentu energi itu akan sangat bermanfaat bagi keberlangsungan kerukunan dan persatuan serta persatuan yang akhirnya menciptakan satu ikatan kebersamaan. Begitu pula sebaliknya jika suatu perkumpulan membawa energi negatif temtu juga sangat mudah untuk diarahkan guna memecah belah ikatan persatuan itu.

Oleh karena itu para sesepuh Organisasi dan Perguruan di Bumi Bangilan sangat menyadari akan hal itu. Dimotori oleh Persaudaraan Setia Hati Terate Ranting Bangilan bersama perguruan-perguruan lain seperti Pagar Nusa, IKSPI, Margaluyu, Barong Pranajaya, Cimande Tuban, PRSH, dan Perguruan Tahta Mataram mengadakan acara halal bihalal dengan tema "Dengan Semangat Kerukunan Mari Berjuang Bersama Untuk mengisi Kemerdekaan".

Acara yang dilaksanakan di Karangtengah desa Bangilan Kab. Tuban ini menjadi penanda bahwa para pemuda, khususnya para pendekar di Bangilan memiliki jiwa besar dan layak menjadi teladan untuk wilayah-wilayah lain yang ,masih berkutat dengan tawuran antar pemuda karena beda perguruan. 

Semoga kebesaran jiwa pendekar Bangilan bisa menjadi
sumbangsih bagi persatuan dan kesatuan para pemuda di wilayah Kabupaten Tuban pada khususnya dan seluruh bangsa Indonesia pada umumnya. 

Menurut ketua panitia Mujoko Syahid acara ini tidak hanya diikuti oleh perguruan dan organisasi di Kec. Bangilan saja namun juga melibatkan lintas perguruan di kecamatan-kecamatan lain di sekitarnya, seperti Kenduruan, Jatirogo, Bancar, Singgahan, Parengan dan Senori.

"Mengumpulkan ribuan pendekar lintas perguruan dalam satu tempat terbuka dan pada malam hari bukan hal mudah. Apalagi mereka menggunakan seragam dan atribut kebesaranya masing-masing. Ini butuh kesadaran tinggi masih-masing pendekar". Begitu tutur Mas Syahid mengakhiri pembicaraannya. Joyojuwoto, Bangilan, 28 Juli 2015.

Sabtu, 01 Agustus 2015

Pidato Khutbatul Iftitah KMI ASSALAM Bangilan Tuban Indonesia TP. 2015-2016

Pidato Khutbatul IftitahKMI ASSALAM Bangilan Tuban Indonesia TP. 2015-2016
Oleh : KH. Yunan Jauhar, S.Pd., M.Pd.I

Bismillahirrahmanirrahim, 
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Anak-anakku sekalian,
Alhamdulillah, kegiatan belajar mengajar dan kegiatan pendidikan di pondok kita berjalan relatif lancar.Walaupun banyak kekurangan, tapi kekurangan itu tidak membuat kita diam dan tidak bergerak. Kita akan terus bergerak dan berjuang semaksimal mungkin.
Selama kurang lebih dua puluh dua tahun saya mengikuti perjalanan kehidupan pondok dengan segala dinamika kegiatan pengajaran dan pendidikannya, tidak ada yang berubah dari sistemnya, nilainya, dan jiwanya, bahkan tidak akan pernah berubah.
Setiap kali kita akan memulai satu kegiatan, pasti akan diarahkan. Guna dari pengarahan adalah agar kita tidak salah niat, agar kita tidak salah pengertian sehingga nantinya kita tidak menyesal, tidak kecewa dan mengecewakan, tidak rugi dan merugikan.Sebesar keinsyafanmu, sebesar itulah keuntunganmu.Di dalam arahan, tidak ada yang tidak penting, semua yang diarahkan adalah hal-hal yang sangat penting. Materi-materi yang akan disampaikan pada setiap pengarahan sudah dipikirkan, sudah dibicarakan, dan sudah dipertimbangkan dengan sematang-matangnya.
Anak-anakku sekalian,
Kenapa Abah Moehaimin mendirikan Pondok Pesantren ASSALAM dengan kurikulum Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah ?. Kenapa beliau tidak mendirikan Pondok Pesantren ASSALAM ini dengan kurikulum pengajaran Madrasah ‘Aliyah ataupun Madrasah Tsanawiyah ?.
Anak-anakku sekalian,

Model dan sistem pendidikan di Indonesia ternyata tidak berubah, ketika Indonesia masih di bawah penjajahan Belanda hingga mencapai zaman kemerdekaan yang menjadi tujuan pendidikan adalah keduniaan semata, Abah Moehaimin merasa tidak puas dengan model dan sistem yang hanya berorientasi kepada pekerjaan dan materi duniawi. Oleh karena itulah, Abah Moehaimin mendirikan Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah. Beliau berharap, KMI bisa menelurkan guru-guru yang berkualitas ilman, adaban, wa ibadatan.
Pondok Pesantren ASSALAM dan KMI nya adalah tempat untuk menyemai bibit-bibit unggul seorang guru.Guru-guru yang siap untuk ditanam dan tumbuh berkembang di berbagai tempat. Guru-guru yang siap berjuang di berbagai medan untuk membela dan memperjuangkan Islam. Walaupun ditanam di tempat yang kurang subur, bibit unggul tersebut masih bisa tumbuh dan berkembang.
Apalagi kalau tanah medan perjuangannya adalah tanah yang subur, dia akan tumbuh besar dan bisa memberi manfaat kepada masyarakat. Insya Allah.
Salah satu metode yang Pondok Pesantren ASSALAM gunakan untuk menyemai bibit-bibit unggul tadi adalah At-tarbiyah al-‘amaliyah  atau ujian praktek mengajar. At-tarbiyah al-‘amaliyah merupakan gagasan nilai, jiwa dan sistem dari pendiri Pondok ini.Harus terus dilestarikan, diteruskan, dan diperjuangkan.
Anak-anakku sekalian,
Alangkah beruntungnya anak-anak yang bisa mendapatkan dan merasakan pendidikan di sini.
Seminggu di ASSALAM kemudian keluar, Mereka akan tahu bahwa segala kegiatan di Pondok Pesantren ASSALAM diatur. Dari cara tidur, cara mandi, cara makan, cara belajar, cara berpakaian, cara berbicara, dan sebagainya. Segalanya diatur, diarahkan, dan dibimbing.
Hidup sebulan, Mereka akan mengikuti kegiatan Khutbatul Arsy. Kehidupan yang akan mereka jalani selama setahun ke depan akan diperlihatkan dan diperkenalkan melalui beberapa kegiatan-kegiatan, kemudian diterangkan secara menyeluruh oleh Pengasuh Pondok. Dengan demikian, mereka akan mengetahui kemana arah jalan pondok ini, sehingga faham betul bagaimana harus bersikap. Bila arah tujuan pondok tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan, maka mereka bisa langsung angkat kaki dan keluar dari pondok ini. Namun, bila arah tujuan pondok sesuai dengan yang mereka harapkan, mereka bisa langsung bersiap, memperbaharui niat, memantapkan tekad, dan segera menyesuaikan diri dengan segala aktivitas yang ada.
Maka kita yang ada di ASSALAM ini harus terintegrasi (menyatu) dan sejalan dengan cara berpikir ala ASSALAM, mengerjakan segala macam kegiatan harus sungguh-sungguh li i’lai kalimatillah sehingga Allah SWT pasti akan memberi ilham dan petunjuk kepada kita.
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا، وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ. ( العنكبوت : 69
إعملوا فوق ماعملوا
Berbuatlah kalian yang lebih hebat dari apa yang telah mereka perbuat.
“Yang bergelar doktor, mudah-mudahan keikhlasannya juga bertingkat doktor.Jangan sampai keikhlasan menjadi turun dengan titelnya. Jangan sampai kita tertipu dengan titel kita.Jangan sampai kita hanya dianggap besar, tinggi, kaya dan maju.Atau kita merasa maju, besar, tinggi, dan kaya. Di atas kita ada Allah.Di atas orang yang berilmu ada yang lebih berilmu.Jangan sampai kamu tidak menghargai sesuatu yang seharusnya dihargai.Jangan sampai kamu menghargai sesuatu yang tidak seharusnya dihargai.”

Hidup itu nikmat dan indah, maka nikmatilah keindahan hidup.Yang membuat tidak nikmat itu manusianya.Allah sudah menjadikan semuanya indah di dunia ini. "Dia-lah yang membuat indah segala sesuatu yang Dia ciptakan" (Qs. [32]: 7).

 

Keindahan dan kenikmatan bagi seorang guru yaitu murid; bagi suami adalah istri; bagi orang tua adalah anak; bagi pemimpin adalah rakyat, dst. Ini surga kita: guru punya murid, murid punya guru, itu surga. Bayangkan murid tidak punya guru, atau guru tidak punya murid.Dokter tidak punya pasien, pasien tidak punya dokter.

 

Guru bukan sekedar mengajar ilmu, tapi juga mengajar kehidupan.Kiai yang bener itu ada di pondok 24 jam, 7 hari seminggu, 31 hari sebulan, dst; pesantren tidak boleh jadi sambilan, mendidik dan mengajar tidak boleh hanya sambilan. Harus totalitas; tenaga, pikiran, hati, dan keikhlasan.

 

 

 

Kita syukuri kenikmatan ini, dan kita nikmati kesyukuran ini. Jangan sampe kenikmatan kita disyukuri orang lain, atau kesyukuran kita orang lain yg menikmati. Ramadhan dan Idul Fitri, itu kesyukuran dan kenikmatan kita, jangan sampe malah orang2 nasrani, yahudi, kapitalis, komunis, dll yg menikmati.

 

Di pondok ini semangatnya adalah kebersamaan untuk memberi, bukan kebersamaan untuk bagi-bagi. Ingat, dalam berjuang dan berjihad jangan berpikir dapat apa, berapa, itu sampah2 perjuangan.

 

Di pondok ini kita tanamkan bom, yaitu bom spiritual, bukan bom kimiawi.Kita didik santri2 ini menjadi bom spiritual, untuk mengebom sesuatu yg tidak benar, yaitu kemungkaran dan kemunduran.

 

Tiap orang punya aib, tiap lembaga punya kekurangan.Boleh membaca aib orang, tapi jangan membacakannya.Bedakan antara membaca dan membacakan. Suasana sekarang ini semrawut, karena saling membacakan aib orang lain.