Selasa, 03 November 2015

Konsepsi Bocah Angon dan Kepemimpinan Bangsa

Konsepsi Bocah Angon dan Kepemimpinan Bangsa


Saya kira Sunan Kalijaga tidak sedang bergurau atau sedang bermain-main kata ketika menyebutkan sosok “Bocah Angon” dalam bait-bait tembang Lir ilir. Bocah angon atau anak gembala yang ditunjuk untuk memanjat pohon belimbing sering dimaknai sebagai pemimpin yang sederhana dan merakyat. Pemimpin yang melekat pada dirinya sosok Ratu Adil yang dinanti-nantikan kedatangannya oleh masyarakat. Ialah sosok messiah yang akan menyelamatkan nasib jutaan manusia dari kesewenang-wenangan dan keserakahan. Ia ibarat mentari yang menyobek tirai kegelapan malam menuju secercah sinar harapan.

Bocah angon, bocah angon...
Dan bukan Pak Jendral... Pak Jendral...
Mengapa bocah angon dan bukan pak Jendral, mengapa bukan Pak Yai, mengapa bukan yang lainnya, kata Cak Nun.

Siapapun boleh menafsirkan sosok bocah angon ini, bocah angon bisa jadi Kyai, Ilmuwan, Birokrat, Seniman, Sastrawan dan bahkan siapapun dia, asal dalam diri mereka ada avatar bocah angonnya. Ini adalah pakem yang dibuat oleh Kanjeng Sunan. Saya kira hal ini tidaklah berlebihan, dan Kanjeng Sunan Kalijaga tidak sedang ngawur dalam menetapkan kriteria pemimpin yang hebat haruslah beravatar bocah angon.  

Sejarah membuktikan bahwa Nabi Muhammad SAW yang dinobatkan menjadi pemimpin paling sukses dunia akhirat dalam segala bidang kehidupan adalah sosok bocah angon. Beliau mulai menggembala kambing ketika dalam asuhan keluarga  Bani Sa’ad. Dari angon inilah jiwa kepemimpinan Nabi Muhammad terbentuk, selain tentu faktor nubuwwah yang melekat pada diri beliau. Bahkan seluruh nabi yang diutus oleh Allah ke dunia mereka juga sosok-sosok bocah angon. Sosok-sosok penggembala. Hal ini disampaikan oleh Nabi kepada para sahabat-sahabatnyanya.

مَا مِنْ نَبِيٍّ اِلَّا قَدْ رَعِيَ الْغَنمَ, : قَالُوْا وَاَنْتَ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ : وَأَنَا

Artinya :“Tidak seorang Nabi pun yang tidak menggembala kambing, ketika beliau ditanya “ “Apakah anda juka demikian ya Rosulallah ?” Nabi pun menjawab : “Aku pun demikian”

Nabi Muhammad SAW dengan sangat gamblang mengatakan bahwa tidak ada seorang Nabi pun di dunia ini melainkan ia adalah seorang Bocah Angon. Bahkan beliau pun menyatakan sebagai seorang Bocah Angon. Jadi bocah angon sangat dekat dengan nur nubuwwah, Bocah Angon dipakai Tuhan sebagai perantara untuk menurunkan cahaya kenabian kepada hamba-hamba-Nya.

Dalam hasanah kebudayaan masyarakat Jawa Bocah Angon memang memiliki nilai magis dan sakral, seperti yang termaktub dalam Jangka Jayabaya yang menyebutkan ciri-ciri Satria Piningit adalah :
“Berparas seperti Batara Kresna, berwatak seperti Baladewa, dan bersenjata Tri Sula Wedha”

Lalu siapa itu Kresna ?
Kresna adalah Bocah Angon, ia juga disebut Govinda, yang berarti Yang melindungi sapi-sapi di daratan dan lembah-lembah, ia juga sering disebut sebagai Gopal yang berarti Sang Penggembala, dan Gopalpriya, Yang gemar menggembala. Dari sini jelas pemilihan kata bocah angon dalam bait-bait tembang Lir Ilirnya Kanjeng Sunan Kalijaga memiliki makna dan filosofi yang tinggi.

Baik dari apa yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW mengenai kenabian yang berhubungan dengan bocah angon, ataupun dalam Jangka jayabaya yang juga mengambil idiom bocah angon untuk menggambarkan sosok Satria Piningit yang jelas kita harus bisa menghadirkan sosok bocah angon ke dalam diri kita, dan tentunya juga ke dalam hasanah kepemimpinan bangsa.

Bocah angon adalah sosok yang bersahaja, bertanggung jawab menggiring ternak-ternaknya ke padang rumut yang hijau, dan menggembalikannya ke kandang jika petang telah tiba, sosok bocah angon adalah sosok yang berani menderita, berani glepot lumpur dan tletong,  dan tentu harus berani menjadi pelayan dari ternak yang ia gembalakan. Karena hakekatnya kepemimpinan adalah soal pelayanan
سيّد القوم خادمهم
“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan dari kaum itu sendiri”


Apakah pemimpin-pemimpin bangsa ini  sudah menampilkan sosok Bocah Angon ? Wa Kafaa billahi Syahiidan... Semoga. Joyojuwoto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar