Jumat, 12 Mei 2017

Inilah Jawaban Dari Serat Kalatidhanya Raden Ngabehi Ronggowarsito

Inilah Jawaban Dari Serat Kalatidhanya Raden Ngabehi Ronggowarsito
Oleh : Joyo Juwoto

Saya mengenal Serat Kalatidha sejak masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah, waktu itu saat istirahat sekolah, saya pergi ke pasar, ketepatan sekolahku berdekatan dengan pasar Bangilan, yang hanya dipisahkan oleh rel kereta api. Di pasar itulah saya mendapati penjual buku lesehan di pintu masuk pasar, dari sekian banyak buku yang dijual menemukan buku yang menarik perhatian saya, ilustrasi bukunya bergambar sebilah keris dengan latar belakang ular naga, dengan warna sampul merah, kuning dan biru.  

Buku itu ditulis oleh Andjar Any, judulnya “Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang terjadi ? saya mengira dari nama penulisnya adalah seorang perempuan. Namun saya tidak pernah mencari tahu tentang itu. Baru setelah saya membaca majalah Horison, saya mendapati bahwa nama Andjar Any adalah seorang laki-laki tulen. Awal ketertarikan saya dengan buku itu adalah dari sampulnya yang keren abis, sebilah keris. Karena memang saya sangat menyukai keris, walau saya bukanlah pengoleksi keris.

Setelah saya baca, sesuai dengan judulnya buku itu membahas mengenai seorang pujangga besar keraton Surakarta, Raden Ngabehi Ronggowarsito. Di awal bab saya sangat suka karena membahas masa kecil dan masa mondoknya Bagus Burham, nama kecil dari Ronggowarsito. Bagus Burham ini dipondokkan di pesantren Tegal Sari yang diasuh oleh Kyai Hasan Besari Ponorogo. Saat mondok inilah Bagus Burham sangat suka sekali mandi dan menyepi di Kedung Kol, sehingga beliau mendapatkan bisikan ghaib yang akhirnya membawa takdir Bagus Burham menjadi seorang pujangga besar keraton Surakarta, dan seorang pembaca masa depan yang siddik ing paningal.

Diantara karya sastra yang ditulis oleh Ronggowarsito yang saya tahu dari buku itu adalah Serat Kalatidha. Serat itu ditulis dalam bentuk tembang sinom. Saya sangat menyukai tembang ini, apalagi isi dari serat Kalatidha dianggap sebagai ramalan masa yang akan datang, yaitu masa di mana disebut sebagai jaman edan, sebagaimana arti dari kata Kalatidha sendiri.

Kalatidha sendiri berasal dari kata, Kala yang berarti waktu, dan tidha yang berarti ragu-ragu. Jadi Kalatidha adalah jaman penuh keraguan, jaman di mana antara kebatilan dan kebaikan menjadi samar-samar bagi orang yang tidak mampu melihat dengan kebeningan nurani. Serat Kalatidha ini juga disebut sebagai serat  Kalabendhu, yang berarti waktu di mana manusia banyak menghadapi cobaan hidup. Pada masa Kalabendhu inilah manusia banyak memperturutkan hawa nafsunya dan menjauhi nilai-nilai ketuhanan. Oleh karena itu jaman ini juga disebut sebagai jaman edan.

Di bait pertama serat Kalatidha ini menerangkan mengenai kondisi di mana banyak kegilaan yang terjadi di dunia ini. Jaman edan, manusia-manusia sama kebingungan, jaman di mana jika tidak ikut edan tidak makan, namun nurani kadang masih berbisik untuk tidak mengkhianati kebenaran, karena sak begja-begjane kang lali luwih begja kang eling klawan waspada (sebahagiabahagianya orang yang lupa, masih bahaagia orang yang selalu ingat dan waspada), demikian pitutur dari sang pujangga keraton Surakarta. Berikut bunyi dari serat Kalatidha di bait pertama :

amenangi zaman édan,
éwuhaya ing pambudi,
mélu ngédan nora tahan,
yén tan mélu anglakoni,
boya keduman mélik,
kaliren wekasanipun,
ndilalah kersa Allah,
begja-begjaning kang lali,
luwih begja kang éling klawan waspada.

Dulu saat membaca serat ini, saya sama sekali belum merasakan kehadiran dari jaman kalatidha ini, mungkin waktu itu masih anak-anak jadi tidak mengenal waktu kecuali hanya kesenangan-kesenangan dunia dan pikiran anak. Namun hari ini saya sangat merasakan aura kalatidha yang ditulis oleh Ronggowarsito.

Di mana di jaman ini dunia penuh dengan keragu-raguan, kebenaran menjadi sesuatu yang relatif, tertutupi oleh kebatilan-kebatilan yang dibungkus dan dihiasi dengan kebaikan-kebaikan semu. Inilah jawaban dari apa yang ditulis dan digambarkan dalam serat kalatidha. Oleh karena itu selalu ingat dan waspadalah dengan kondisi yang sekarang. Kondisi wolak-waliking zaman, di mana yang benar bisa menjadi salah, yang benar dimusuhi. di caci maki, dikriminalisasi, yang salah bisa bungah, bisa menjelma menjadi kebenaran, dipuja, dan diikuti oleh kebanyakan manusia. Eling lan waspada.

Melihat kondisi yang demikian ini, maka selain eling lan waspada kita juga harus selalu ingat kepada Tuhan, mintalah pertolongan Tuhan untuk menyelamatkan kita dari jaman kegilaan ini. Demikianlah serat kalatidha ditutup oleh Sang Pujangga Raden Ngabehi Ronggowarsito, sebagai solusi atas jaman edan.

Ya Allah Ya Rasulallah
Kang sipat murah lan asih
mugi-mugi aparinga
pitulung ingkang martani
ing alam awal akhir
dumununging gesang ulun
mangkya sampun awreda
ing wekasan kang kandi pundi
mula mugi wontena pitulung Tuwan

Meminta pertolongan Tuhan adalah sebuah keniscayaan di jaman yang telah dikuasai oleh nafsu ahangkara yang berkobar-kobar, seperti api yang membakar ranting-ranting dan dedaunan kering. Semua menjadi panas dan bergolak, tertutup asap keraguan, hanya demi membela kepalsuan-kepalsuan belaka. Eling lan waspada.

Sagede sabar santosa
Mati sajroning ngaurip
Kalis ing reh aruraha
Murka angkara  sumingkir
Tarlen meleng malat sih
Sanityaseng tyas mematuh
Badharing sapudhenda
Antuk mayar sawetawis
Borong angga sawarga mesi martaya


Dengan kesabaran dan kesentausaan hati, semoga kita bisa mengatasi kalabendhu ini dengan mematikan raga jasmani, urip sakjroning pati, mati sakjroning urip, dan membawa hati ini menyepi, heneng, hening, henung dalam tapa ngrame, untuk melepaskan segala kerepotan hidup dan memutus rantai keangkaramurkaan di dunia, dengan selalu memohon karunia Tuhan, dengan memasrahkan segala jiwa dan raga ini hanya untuk-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar