Kamis, 25 Mei 2017

Memoar Kopdar SPN IV di ITS Surabaya

Memoar Kopdar  SPN IV di ITS  Surabaya
Oleh : Joyo Juwoto*

Kopdar Komunitas Literasi Sahabat Pena Nusantara (SPN) selalu menggelegar dan meledakkan semangat berliterasi serta menghasilkan karya. Bagaimana tidak, tema kopdar yang diusung di kopdar keempat yang diselenggarakan di Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, 21 Mei 2017 ini sangat provokatif, “Satu Buku Sebelum Mati” sebuah tema yang makjleb tepat menusuk jantung para peserta kopdar.

Siapapun yang hadir dalam Kopdar di ITS tentu akan terbakar semangatnya untuk menulis, meminjam istilah Ketua SPN, M. Husnaini “kobong ndase” (terbakar kepalanya) untuk berkarya dan menghasilkan buku, minimal satu buku ditulis sebelum mati. Apalagi pada saat kopdar para peserta mendapatkan motivasi dan latihan menulis secara langsung dari para pakar. Sebut saja ada Doktor Ngainun Naim, Pak Hernowo Hasim, dan juga sang provokator menulis Pak Much. Khoiri yang akrab dipanggil pak Emcho.

Selain mendapatkan materi tentang menulis satu hal yang juga tidak kalah pentingnya adalah bertemu dengan para penulis dari seluruh penjuru Indonesia, bahkan ada yang datang dari Malaysia, karena memang SPN sekarang sudah punya cabang di sana, yang diketuai oleh Ibu Rita Audriyanti. Bertemu saja itu rasanya sudah memberikan efek positif, benar sekali yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw, bahwa berteman dengan penjual minyak wangi akan ikut kebagian bau wangi dan harum, begitu pula berteman dengan para penulis tentu kita juga akan ketularan menjadi penulis, setidaknya itu yang saya rasakan.

Saya merasa beruntung saat kopdar SPN IV bisa berada di tengah-tengah orang-orang hebat, aura positif benar-benar merasuk dalam pori-pori kesadaran  saya, bahwa menulis sangatlah penting. Pak Emcho membuat semboyan “Menulis atau Mati” (write or die!) semboyan ini tentu menjadi kekuatan yang luar biasa dan menggugah kesadaran bagi saya, bahwa menulis adalah sebuah kewajiban dan keharusan.

Pak Emcho menegaskan bahwa menulis sebagai sebuah kewajiban didasari dari Firman Tuhan yang pertama kali turun, yaitu Iqra’ yang berarti bacalah. Membaca di sini erat kaitannya dengan menulis, karena tanpa ada sesuatu yang ditulis maka mustahil kita bisa membaca.

Sesuai dengan tema yang dibawakan oleh Pak Emcho “Menulis Buku Untuk Warisan: Jangan Mati Sebelum Menulis Buku” maka mari kita mewariskan buku untuk generasi ke depan, karena semua penulis tentu akan mati dan hanya karyanya yang akan abadi. Maka mengabadilah dengan berkarya yang sebanyak-banyaknya. Salam Literasi.


Joyo Juwoto, Santri Pondok Pesantren ASSALAM Bangilan Tuban. Telah menulis dua buku solo, Jejak Sang Rasul (2016); Secercah Cahaya Hikmah (2016), dan menulis beberapa buku antologi.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar