Sabtu, 29 Juli 2017

KH. Nashiruddin Qodir, Pusaka Santri Pelita Umat

KH. Nashiruddin  Qodir, Pusaka Santri Pelita Umat
Oleh : Joyo Juwoto

“Santri iku kapan ngelmune manfaat barokah, fekir ae kepenak opo maneh sugih, surgo dunyo akhirat”
(KH. Muh. Nashiruddin Qodir. Th. 1950-2017)

Mbah Nasir, sosok Kiai karismatik dari Sendang Senori telah kembali ke hadirat Tuhan (, namun pendar pelita keilmuan beliau terus menyala di dada umat, dan barakah doa-doa beliau menjadi pusaka abadi para santri di penjuru negeri. Saya sendiri secara langsung belum pernah nyantri di hadapan beliau, namun siapapun dia, jika memiliki rasa kecintaan kepada ilmu dan ulama tentu merasa menjadi santrinya KH. Muh. Nashiruddin Qodir yang akrab dipanggil Mbah Nasir. Begitupula dengan saya, merasa menjadi santri beliau.

Saat mendengar kepastian bahwa beliau wafat, hati ini tentu sedih tak terkira. Begitu pula orang-orang yang mendapatkan kabar baik secara langsung maupun lewat pesan berantai di media sosial. Air mata duka tertumpah dan gurat kesedihan mewarnai wajah-wajah para muhibbin ulama yang tawadhu’ ini.

Sejak pagi orang-orang dari berbagai daerah sama berbondong-bondong bertakziah di kediaman beliau yang ada di lokasi Pondok Pesantren Darut Tauhid al Alawiyyah Sendang Senori Kab. Tuban. Tidak aneh memang, karena Mbah Nasir semasa hidupnya banyak diabdikan kepada umat baik lewat jalur struktural jam’iyyah Nahdlatul Ulama, lewat dunia perpolitikan, dan juga sebagai muballigh yang terkenal.

 Selain itu, Mbah Nasir ini juga membina para santri di pesantren, beliau juga menggelar pengajian untuk masyarakat umum. Kitab yang dikaji adalah kitab Ihya’ (ba’da shubuh) dan juga kitab tafsir Jalalain dan kitab al Mukhtar fi kalamil akhyar pada malam Selasa dan Jumat di pondoknya. Mbah Nasir memang terkenal sebagai Kiai yang pakar dalam ilmu tafsir, hadits, dan juga ilmu tasawuf.

Tidak heran jika Mbah Nasir menjadi sosok Kiai yang pakar dalam bidang ilmu keagamaan, karena beliau lama nyantri di Sarang (Ma’had Ilmi As Syar’iyyah), setelah sepuluh tahun mondok di Sarang  beliau mengikuti ngaji kilatan di berbagai pesantren. Seperti di Mranggen Demak mengaji kitab Mizanul Kubrodi, Sya’roni, Muhadzab di bawah asuhan Kiai Muslich, ikut khataman kitab shohih Muslim di pesantren Poncol yang diasuh Kiai Ahmad Asy’ari, dan beberapa pesantren lainnya. Setelah itu Mbah Nasir melanjutkan mondoknya di Makkah al Mukarromah di bawah asuhan Guru yang mulia As-Sayyid Muhammad Al Alawi Al Maliki.

Begitulah sanad keilmuan Mbah Nasir yang bersumber dari ulama-ulama di tanah air dan juga dari ulama Makkah Al Mukarromah. Kita semua merasa kehilangan sosok beliau yang luar biasa. Semoga Allah Swt menempatkan beliau pada maqam yang tinggi di sisi-Nya, dan kita para santri mampu meneladani dan meneruskan perjuangan beliau dalam menegakkan ajaran agama Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Untuk menutup tulisan ini, saya ingin mengutip sebuah nasehat dari al Maghfurrlah Mbah Nasir, tentang ilmu yang bermanfaat. Beliau berkata : “Santri iku kapan ngelmune manfaat barokah, fekir ae kepenak opo maneh sugih, surgo dunyo akhirat” Demikian sedikit tulisan yang saya ambil dari sumber di media sosial, semoga ada manfaatnya.


1 komentar: