Selasa, 01 Agustus 2017

Indahnya Persaudaraan

Indahnya Persaudaraan
Oleh : Joyo Juwoto

Telah dua kali saya berkunjung ke Madiun, dalam rangka nyekar dan mendoakan  para Kadang sepuh yang telah mendahului kita semua. Selain itu tentunya sekalian saturrahim kepada saudara-saudara tunggal banyu, tunggal kecer di Padepokan Agung Setia Hati Terate Madiun, Jalan Merak, Nambangan Kidul Kota Madiun.

Satu hal yang membuat saya terkesan adalah sambutan para kadang di Madiun yang cukup welcome. Kami sebelumnya tentu belum pernah ketemu dan tidak pernah kenal sebelumnya, tetapi saya dan rombongan yang saat itu berkunjung di Padepokan Agung sangat terkesan dengan sambutan dari para kadang di Padepokan Agung. Memang hal yang sedemikian bukan suatu hal yang aneh di Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). Jika kami berkunjung di tempat lain pun saya kira demikian sambutannya kepada saudara-saudaranya.

Inilah indahnya rasa persaudaraan yang dibangun dan menjadi landasan filosofis dalam berorganisasi di PSHT, sehingga saya perlu menuliskan sedikit kesan saya khususnya, dengan para kadang yang ada di Madiun, terkhususnya lagi kepada Pamter Pusat Madiun, kepada Mas Toro (Mas Subiantoro), Mas Narko dan kepada Mas Bagus yang telah menerima kedatangan kami serombongan malam-malam hari, dengan penuh keakraban dan rasa paseduluran yang sejati.

Benar sekali pesan yang diwejangkan oleh kadang sepuh bahwa “Nek ana sedulure teko, mbuh iku awan, mbuh iku bengi, bukakno lawang sing amba, mengko awakmu bakal entuk hikmahe”, ( jika ada saudaramu datang, entah itu siang, entah itu malam, maka bukakan pintu lebar-lebar, maka engkau nanti akan ketemu hikmahnya). Wejangan ini sering kita dengar, dan kelihatannya mudah sekali, namun pada kenyataannya tidak semua orang mampu melakukan ini.

Saya sangat terkesan dengan sambutan Mas Toro dan Mas Narko, yang telah menemani kami menikmati hangatnya wedang cemoe di warung dekat Padepokan. Walaupun saat itu hari telah malam, dan suasananya hujan rintik-rintik, kami diantar Mas Toro ziarah ke Maqamnya Mbah Harjdo Oetomo di Pilang bango, kemudian mengunjungi Padepokan Luhur, dan bersilaturrahmi dengan Mas Toyo.

Walau saat itu hari sudah malam, sekitar pukul 21.00 WIB, cuaca langit Madiun sedang dingin karena hujan yang mengguyur sejak sore hari, namun dengan santainya Mas Toro mengetuk pintu rumah, Mas Toyo.

“Santai wae mas, dalu-dalu gak popo. Mas Toyo wis kenek sumpah nek ana dulure teko kapan bae kudu mbukakno lawang” Kata mas Toro sambil tertawa ringan tanpa beban.

Setelah diketuk beberapa kali akhirnya pintu rumah Mas Toyo pun terbuka. “Eh, sampeyan toh Mas” kata Mas Toyo.

“Enggih mas, niki wonten derek Tuban badhe ziarah teng Padepokan Luhur” Jawab Mas Toro.

Kemudian kami pun dipersilahkan masuk ke padepokan, di situ kami napak tilas ndalemnya pendiri PSHT, Mbah Hardjo Oetomo. Mas Toyo pun menerangkan tempat-tempat yang dulu dihuni oleh Mbah Hardjo, termasuk juga, Mbah Harsono juga pernah tinggal di rumah pusaka itu. Mbah Harsono adalah putra dari Mbah Hardjo Oetomo.

Setelah puas napak tilas di Padepokan Luhur, akhirnya kami melanjutkan perjalanan menuju Maqamnya Raden Mas Imam Koesoepangat. Dengan sabar dan dengan senyumnya yang cerah Mas Toro mengantar kami berziarah di Maqamnya Pendekar yang mendapat julukan Pendita Wesi Kuning. Dari maqamnya Mas Imam ini kami meluncur ke ndalemnya Mas Bagus.

Menurut Mas Toro, Mas Bagus jam malam baru bisa ditemui, karena beliau baru perjalanan pulang dari Pekalongan hingga malam baru bisa ditemui. Saya sendiri membayangkan, setelah perjalanan jauh kok ya mau-maunya menerima tamu, Apa tidak capek, apa tidak ngantuk, begitu pikir saya. Begitulah kalau seseorang itu sudah selesai dengan dirinya, maka tidak ada sesuatu yang menjadi masalah baginya. Dan saya merasa Mas Bagus orangnya seperti ini, selesai dengan dirinya sendiri.

Sesampai di ndalemnya Mas Bagus, kami pun bersalaman. Mas Bagus menyambut kami dengan gembira, selanjutnya beliau menawari kami makan. Kemudian beliau meminta salah satu adang untuk membelikan kami makan. Sambil menunggu makan inilah beliau bertanya tentang tujuan kami jauh-jauh datang dari Tuban ke Madiun.

Percakapan pun semakin gayeng dan akrab, kapan-kapan kalau ada waktu saya akan merangkumkan obrolan kami dengan Mas Bagus, atau tepatnya wejangan Mas Bagus kepada kami tentang ilmu Setia Hati Terate  dalam prespektif santri. Begitu juga kalau ada waktu saya ingin menulis tentang ramahnya Mas Toro dan senyumnya yang penuh dengan keakraban dan persaudaraan.

Karena makanan telah datang, kami pun menikmati sensasi nasi pecel khas kota gadis. Semoga di lain waktu, kami bisa mengunjungi dan bersilaturrahmi kembali dengan kadang-kadang di Padepokan Agung Punjer Madiun.

Terima kasih Mas Toro atas waktunya, terima kasih kepada para kadang yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu namanya, dan terima kasih juga kepada Mas Bagus atas segala sambutan dan wejangannya, semoga ada manfaat yang dapat kita raih bersama. Aamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar