Sabtu, 07 Oktober 2017

Nasionalisme Ulama dan Santri Untuk Nusantara

Nasionalisme Ulama dan Santri Untuk Nusantara
Oleh : Joyo Juwoto*

Peran Ulama dan santri dalam memperjuangkan, membela  dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak perlu dipertanyakan. Baik di zaman sebelum kemerdekaan hingga zaman kemerdekaan, peran Ulama dan santri dalam perjuangan bangsa Indonesia tidak bisa ditutup-tutupi dan dinafikan.

Sebut saja nama Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Jendral Sudirman, KH. Hasyim Asy’ari, Kiai Abdul Wahab Chasbullah, KH. Mas Mansoer, KH. Ahmad Dahlan dan masih banyak lagi dan tak terhitung jumlahnya adalah ulama-ulama yang mumpuni dan santri yang berbakti kepada Ibu Pertiwi.

Jika hari ini ada upaya penggiringan opini bahwa seorang yang beragama Islam bukanlah seorang nasionalis, atau ajaran Islam bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan adalah hal yang basi, menuduh tanpa bukti, dan ahistoris yang tidak memiliki dasar sama sekali. Ada upaya dari pihak-pihak tertentu, yang entah karena agenda apa mereka ingin menjauhkan Islam dari rasa nasionalisme, sehingga dengan mudah mereka akan mengacak-acak negeri tercinta ini.

Sangat jelas dan tidak dipungkiri bahwa Ulama dan santri mulai semenjak dulu hingga sekarang terus berjuang bahu membahu menjadi benteng yang kokoh dan berada di garda terdepan bagi kedaulatan dan kesatuan nusantara tercinta ini. Sehingga tidak heran banyak pihak yang berusaha memecah belah kekuatan sinergis Ulama dan santri demi kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Nilai nasionalisme sebagai nilai dasar kecintaan seseorang terhadap tanah airnya bukanlah hal yang bertentangan dengan ajaran Islam. Apalagi sampai menganggap nasionalisme bukan dari ajaran Islam. Rasulullah Saw, telah mencontohkan dalam Piagam Madinah, bahwa siapapun dan dari kelompok manapun wajib hukumnya membela kedaulatan negara Madinah Al Munawwarah hasil konsensus bersama dengan suku-suku di Madinah dan para pemeluk agama Yahudi.

Nilai-nilai nasionalisme santri termanifestasikan dalam semboyan hubbul wathan minal Iman, cinta tanah air adalah bagian dari iman. Mbah Yai Abdul Wahab Chasbullah Rais Aam Syuriyah PBNU pengganti dari Mbah Yai Hasyim Asy’ari juga menciptakan mars Syubbanul Wathan tahun 1934 untuk menanamkan rasa cinta tanah air kepada para santri-santri saat itu. Liriknya membakar semangat nasionalisme :

Ya Lal Wathon Ya Lal WathonYa Lal Wathon 
Hubbul Wathon Minal Iman
Wa la takun minal hirman
Inhaduu Ahlal Wathon
Indonesia Bilaadii
Anta 'Unwaanul Fakhoma
Kullu Man Ya'tiika Yauman
Thoomihan Yalqo Himaaman
...

Rasa nasionalisme santri bukanlah hal yang baru dan aneh, karena santri tentu telah memiliki modal konsep besar Ukhuwwah. Konsep Ukhuwwah yang diajarkan oleh Islam ini kemudian diterjemahkan dalam bahasa kearifan lokal sebagai tri ukhuwwah yang meliputi : Ukhuwwah Islamiyyah (persaudaraan sesama pemeluk Islam), Ukhuwwah Wathaniyyah (persaudaraan sesama bangsa), dan Ukhuwwah Basyariyah (persaudaraan sesama manusia) atau ukhuwwah insaniyyah.


Nilai-nilai dari tri ukhuwwah inilah yang menjadi dasar berpijak bagi Ulama dan santri untuk membangun semangat nasionalisme dan meneguhkan nilai-nilai kebangsaan Nusantara demi terciptanya peradaban dunia yang rahmatan lil ‘alamin, sebagaimana yang menjadi cita-cita luhur kita bersama.

*Joyo Juwoto, Santri Ponpes ASSALAM Bangilan Tuban Indonesia.

1 komentar: