Sabtu, 24 Maret 2018

Salah Satu Tanda Ahli Ilmu

Salah Satu Tanda Ahli Ilmu
Oleh : Joyo Juwoto

Dulu saat saya nyantri di pondok pesantren ASSALAM Bangilan Tuban, kami para santri seringkali diingatkan untuk tidak bosan dengan ilmu pengetahuan. Mbah Yai selalu dawuh, tanda dari ahli ilmu itu tidak bosan mendengarkan satu bab dari ilmu pengehuan walaupun sudah didengar berkali-kali. Walaupun sudah mendengar seribu kali sekalipun, seorang yang ahli ilmu tidak akan pernah bosan, dan tetap tekun serta tawadhu’ dalam mendengarkan pelajaran yang disampaikan oleh seorang guru. Demikian gemblengan yang selalu kami dengar dan kami taati saat nyantri.

Dalam kitab Ta’limul Muta’allim, karya Syekh Ibrahim bin Ismail Al Zarnuji yang menjadi pegangan wajib santri dalam menuntut ilmu diterangkan bahwa :

و ينبغى لطالب أن يستمع العلم والحكمة بالتعظيم والحرمة؛ وإن سمع مسألة واحدة أو حكمة واحدة ألف 
مرّة وقيل : من لم يكن تعظيمه بعد ألف مرّة كتعظيمه فى اول مرّة فليس بأهل العلم

Artinya : “Hendaknya bagi seorang murid untuk mendengarkan ilmu dan hikmah dengan sikap yang hormat, meskipun ia telah mendengarkannya sebanyak seribu kali. Sebab telah dikatakan bahwa, jika seseorang tidak menghormatinya meski telah mendengarnya sebanyak seribu kali, maka ia bukan termasuk ahli ilmu”.

Tidak heran jika seorang santri begitu tawadhu’ dan khusyu’ dalam menyimak pelajaran yang disampaikan oleh seorang ustadz atau Kiai. Walau pelajaran itu telah didengarnya berulang kali bahkan mungkin telah dikuasainya. Karena memang hal tersebut termasuk salah satu bentuk hormatnya santri terhadap ilmu dan terhadap guru. Budaya belajar santri yang sedemikian ini yang akhirnya menjadikan ilmu santri bermanfaat baik di dunia maupun di ahirat kelak.

Tidak jarang seorang santri yang mondok di pesantren mendapatkan ilmu yang pas-pasan, namun di tengah masyarakat mereka mampu berbakti dan berkhidmad kepada umat. Santri hidup di tengah masyarakat bukan hanya untuk mengurusi kepentingan pribadinya, bukan hanya sibuk dengan pekerjaannya, tidak sekedar mencari kekayaan dan kedudukan, namun lebih daripada itu, seorang santri harus mampu memberikan manfaat bagi lingkungan di mana ia tinggal. Inilah yang dimaksud dengan ilmu yang bermanfaat.

Jadi keta’dziman santri terhadap ilmu pengetahuan, hormatnya santri kepada ahli ilmu, guru-guru, dan para kiai memberikan atsar bagi kemanfaat ilmu yang ada di dalam diri santri. Oleh karena itu tidak jarang seorang santri mondok bertahun-tahun di pesantren, mengaji kitab secara berulang-ulang namun mereka tidak bosan, para santri tetap tekun belajar hingga Sang Kiai memberikan restunya untuk pulang, kembali ke masyarakat dan menjadi abdi bagi masyarakat di mana ia tinggal.


Menjadi ahli ilmu adalah menjadi santri yang terus belajar, walau ia telah tamat dari pesantren ia terus menjadi pembelajar yang tak pernah usai, baik dengan cara mengajarkan ilmunya maupun menderasnya dan mengamalkan ilmunya di dalam perilaku di tengah-tengah masyarakat.

1 komentar:

  1. Memang kita sebagai manusia yg bertaqwa selalu belajar baik ilmu dunia maupun ilmu agama yg seimbang

    BalasHapus