Senin, 01 Mei 2017

Buruh Menjadi Tumbal Gelar “Pahlawan Devisa”

Buruh Menjadi Tumbal Gelar “Pahlawan Devisa”
Oleh : Joyo Juwoto

Menjadi  buruh sejatinya adalah menjadi pahlawan bagi banyak pihak, menjadi pahlawan bagi majikannya, bagi perusahaannya, bagi keluarganya, kampungnya, negaranya, dan tentu bagi dirinya sendiri.  Istilah pahlawan devisa menjadi bukti nyata, bahwa buruh tidak bisa dipandang sebelah mata, walau buruh lebih sering dipandang dengan mata sebelah.

Saya tidak bisa menyebutkan  secara pasti angka-angka ringgit, dolar, angka-angka real, yang berhasil didulang oleh para kaum buruh di luar negeri, namun yang pasti kaum buruh ini menjadi idola bagi negara, kaum buruh dijadikan  sebagai mesin pencetak devisa yang mudah, murah, dan produktif.

Nyatanya pemerintah memang lebih suka menggalakkan sektor TKI/TKW dalam rangka mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perekonomian negara, sehingga buruh tidak hanya sebagai tulang punggung keluarga saja, namun buruh telah menjadi alat dan bagian dari sokoguru perekonomian nasional. Kata sokoguru bukanlah kata main-main dalam khasanah tata bahasa Indonesia.

Walaupun demikian, sebagaimana lazimnya para pahlawan bangsa, buruh harus siap dan ikhlas menjadi tumbal perjuangan, menjadi korban atau bahkan mungkin dikorbankan, dan dijadikan sebagai martir bagi laju perjuangan perekonomian nasional. Nyatanya nasib buruh makin hari makin pedih dan perih, ya mungkin itulah harga layak yang harus dibayarkan, untuk mendapatkan julukan dari pemerintah sebagai pahlawan devisa.

Rasa-rasanya pemerintah cukup memberikan gelar kehormatan sebagai pahlawan kepada kaum buruh untuk menjamin kehidupan mereka. Banyak kasus-kasus yang terjadi yang berkenaan dengan nasib buruh baik di dalam maupun di luar negeri tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, padahal kaum buruh ini telah menyumbangkan darah dan keringatnya untuk negara. Di sini seakan buruh, memang hanya dijadikan sebagai tumbal atas nama gelar pahlawan devisa negara. Ironi dan sangat miris memang.

Sudah saatnya pemerintah mulai menata ulang kebijakan mengenai nasib buruh ini. Pemerintah harus mulai memperhatikan kesejahteraan buruh, kesehatan buruh, dan hari tua buruh. Pemerintah harus menjadikan buruh sebagai mitra untuk mengangkat dan meningkatkan produktifitas perekonomian negara. Jangan sampai pemerintah memasang badan, menjadi beton penghalang, berhadap-hadapan memusuhi kaum buruh, karena jika buruh telah berbaris turun ke jalan, dan mengumandangkan syair-syair perlawanan maka kiamat kehancuran tinggal menunggu sepersekian. Selamat Hari Buruh, May Day!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar